Alat Kemuliaan

Roma 9:23-24 “justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk kemuliaan, yaitu kita, yang telah dipanggilNya”

Saudara, pernahkah kita melihat seseorang yang menaruh peralatan yang terbuat dari emas dan perak dengan sembarangan? Atau melihat orang yang memakai peralatan dari emas dan perak untuk mengambil pasir? Tentu tidak. Saat seseorang memiliki perkakas yang terbuat dari emas dan perak, ia tentu akan menyimpannya dengan baik dan hanya memakainya untuk acara-acara khusus. Perkakas kerajaan misalnya, disimpan dan dirawat dengan khusus untuk dipakai dalam acara-acara khusus kerajaan. Kita tidak akan menaruhnya sembarangan karena menyadari nilainya yang mahal.

Saudara, seringkali kita tidak menyadari jika hidup kita sama seperti perkakas emas dan perak itu. Tuhan menciptakan kita dengan desain yang terbaik yaitu serupa dengan gambarNya. Kita adalah alat-alat yang mulia dan dipakai Tuhan untuk tujuan yang mulia.

Namun sayangnya banyak dari kita yang tidak menyadarinya sehingga kita hidup dengan sembarangan, bersikap dan berkata-kata dengan sembarangan. Kita menghabiskan hidup kita untuk hal-hal yang tidak penting dan melupakan tujuan mulia yang Tuhan tetapkan. Kita dengan mudahnya mencemarkan hidup kita dengan dosa dan lupa bahwa kita adalah orang-orang yang didesain istimewa untuk menggenapi tujuan Tuhan yang mulia.

Apakah tujuan yang mulia itu? Memberitakan kabar baik kepada bangsa-bangsa dan menjadikan mereka murid Kristus. Saudara, apakah hidup kita selama ini sudah mempermuliakan Tuhan? Sudahkah orang lain mengenal Kristus melalui hidup kita? Remember, jika kita diciptakan Tuhan dengan gambaran yang mulia untuk menggenapi tujuan-tujuan yang mulia. Jangan hidup sembarangan lagi ya…

Yuk saudara sekalian, jaga hati dan hidup kita agar selalu siap sedia dipakai oleh Tuhan…..

Iklan

Saat Bosan Melanda

Ketika seorang dokter sudah bekerja secara tetap di sebuah Rumah Sakit, Puskesmas, atau di manapun tempat mengabdi kita secara permanen, kerap kali kita terjebak dalam rutinitas dan akhirnya kehilangan sukacita melayani. Di awal kita merasa begitu bersemangat, dan senantiasa mengawali hari dalam doa agar kita dapat menjadi saluran berkat untuk para pasien yang ada. Tetapi tidak dapat dipungkiri, aktivitas sehari-hari yang ‘itu-itu saja’ dan kurang variatif kadang membuat kita kehilangan greget.

Awalnya mungkin kita tidak menyadari hal ini. Namun, seiring berjalannya waktu, hati terasa kosong dan bosan. Dan saat kebosanan telah melanda, ada kalanya apa yang kita kerjakan akhirnya menjadi setengah hati. Terapi dan tatalaksana pasien ala kadarnya, edukasi seadanya, dengan bermacam dalih yang kita miliki. Akhirnya, sukacita pun lenyap. Padahal Rasul Paulus berpesan, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”

Tuhan adalah satu-satunya sumber sukacita kita. Oleh sebab itu, jika kita mulai merasa kehilangan gairah dalam bekerja, perlulah kita mengevaluasi diri, mungkinkah kita telah menjauh dari Tuhan? Ia tidak pernah jauh dari kita, bahkan Bapa sendiri berfirman pada Mazmur 32:8 – “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh, Aku hendak memberi nasihat, mataKu tertuju kepadamu.

Kita perlu datang kepada Allah setiap hari, dan memohon sukacita dan gairah bekerja kepada Sang Sumber itu sendiri. Tuhan tidak pernah menahan kebaikanNya untuk pribadi yang mau senantiasa belajar taat kepadaNya. Selain itu, kita juga perlu mengingat kembali awal pelayanan kita sebagai dokter, sejak dinyatakan diterima di Fakultas Kedokteran, lulus dokter umum, mendapat pekerjaan, membuka praktik pertama kali, diterima kuliah pascasarjana atau pun lanjut ke program PPDS, sampai akhirnya dapat menjadi seorang dokter spesialis, master, ataupun doktor. Kenanglah sukacita yang membuncah di masa tersebut, bagaimana Allah telah terus-menerus melimpahkan kasih dan anugerah bagi kita dalam melewati setiap jenjang tersebut. Tuhan Allah yang sama, yang telah memimpin kita, Ialah juga yang akan memampukan kita melawan kebosanan, menerima kembali kasih mula-mula, sehingga dapat kembali melayani pasien dan bekerja sepenuh hati dan dengan gairah memuliakan Tuhan.

Selanjutnya, kita pun perlu mulai menemui pasien yang kita layani selayaknya kita melayani Tuhan secara langsung. Dalam Kolose 3:22 dinyatakan, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Sebagai anak-anakNya tentulah kita harus memberikan yang terbaik dari apa yang ada pada kita, untuk Bapa. Dan jika demikian, berarti setiap hari kita perlu memberikan yang terbaik untuk para pasien yang kita layani. Hanya dengan pengertian inilah, kita mampu menangani pasien dengan penuh tanggung jawab dan tidak seadanya.

Menjadi dokter merupakan sebuah pelayanan kasih, dan dari Tuhan saja kita akan menerima bagian kita, karena Kristus-lah tuan kita (Kolose 3:23). Selamat berjuang mengatasi kebosanan dan tetaplah bersukacita!

Roma 12:11

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.